Penemuannya dalam pemetaan otak manusia dipatenkan pada tahun 2009
Merdeka.com, Makassar - Pertengahan Juli lalu, University of California di Amerika Serikat mengusulkan Dr Taruna Ikrar, ilmuwan asal Indonesia sebagai nominasi Penghargan Nobel tahun 2016 di bidang kedokteran. Pengajuan itu terkait riset Taruna yakni optogenic laser stimulation.
Taruna tidak sendirian, melainkan bersama dua ilmuwan lain AS yakni Dr Ivan Soltesz asal Stanford University, serta Dr Amar Sahay (Harvard University). Riset mereka meliputi optogenic, yakni metode penggunaan spektrum cahaya tertentu untuk membuat sel saraf (neuron) aktif maupun tidak. Teknik itu bisa digunakan untuk mengobati berbagai penyakit otak, seperti parkinson, epilepsi, schizophrenia, dan sebagainya.
Penghargaan Nobel diberikan setiap tahun kepada mereka yang telah melakukan penelitian yang luar biasa, menemukan teknik atau peralatan yang baru, serta berkontribusi kepada masyarakat. Penghargaan tersebut saat ini dianggap sebagai penghargaan tertinggi bagi mereka yang mempunyai jasa besar terhadap dunia. Tahun ini, Taruna Ikrar bersaing dengan lebih dari 270 ilmuwan dari berbagai negara untuk mendapatkannya. Pengumuman digelar Oktober mendatang.
Siapa sebenarnya Taruna Ikrar? Dikutip dari situs resmi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, lelaki ini lahir di Makassar, 15 April 1969 dari pasangan Abubakar dan Hasnah Lawani sebagai anak ke lima dari sepuluh bersaudara. Dia menyelesaikan pendidikan dokternya di Universitas Hasanuddin, Makassar pada 1997 dan melanjutkan Pendidikan Master Farmakologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta pada tahun hingga 2003.
Gelar PhD atau Philosophy of Doctor dengan keahlian ilmu penyakit jantung diraih di School of Medicine, Niigata University, Jepang pada tahun 2008, sebelum menyelesaikan Postdoctoral Scholar di Departmental of Neurosciences, University of California, US America pada 2010. Di tahun yang sama, Taruna diangkat sebagai staf akademik, scientist (ilmuwan), dan dokter spesialis di Universitas California, Amerika Serikat.
Taruna juga berperan aktif di Society of Neurosciences, Center for Interregional Study, Asia Pacific Heart Rhythm Association, International Society for Heart Research. Dia adalah penulis dan kolumnis handal. Bukunya berjudul “Ilmu Neurosains Modern, dan Mutiara Pengetahuan Kedokteran Modern” berhasil “mengguncang” Amerika Serikat dan Indonesia.
Sejauh ini Taruna terlibat dalam 56 penemuan penting yang dipublikasikan di berbagai jurnal ilmiah bertaraf internasional. Dua di antaranya dipatenkan dan dipakai di berbagai lembaga pendidikan dan kedokteran di seluruh dunia.
Salah satu yang dipatenkan adalah penemuan “High Resolution and Fast Functional Mapping of Cortical Circuitry Through a Novel Combination of Voltage sensitive dye Imaging and Laser Scanning Photostimulation”. Temuan tersebut merupakan metode pemetaan otak manusia yang berhasil menggambarkan dinamika yang terjadi pada organ secara rinci.
Dokter yang multitalenta dan multitasking ini pakar bereputasi internasional di bidang farmasi, jantung, neurosains, elektrofisiologi. Dialah dokter pertama dari Indonesia yang sukses menerbitkan karya ilmiahnya di Jurnal Nature, bersama Kuhlman SJ, Olivas ND, Tring E, Xu X, dan Trachtenberg JT berjudul “A disinhibitory microcircuit initiates critical period plasticity in visual cortex” (2013).
Lewat situs resmi ICMI, Taruna yang tercatat sebagai wakil presiden Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, mengemukakan rahasia suksesnya. Dalam hidup ini dibutuhkan tiga hal, yaitu: cita-cita hidup, tujuan hidup, dan pegangan hidup. “Untuk menggapai semua itu, diperlukan pegangan hidup (agama) untuk mengantarkan kebahagiaan hidup di dunia-akhirat,” katanya.