Biasanya digunakan sebagai pemanis tambahan pisang ijo dan pallu butung
Merdeka.com, Makassar - Bagi orang Makassar, hampir tidak ada alasan tidak mengenal sirup DHT. Saban tahun, terutama di bulan Ramadan dan lebaran, sirup ini umumnya jadi teman terutama bagi pecinta kuliner lokal. Seringkali jadi menu wajib, hingga kadang kurang lengkap jadinya menikmati penganan tanpa si merah satu ini.
Jika ada waktu, coba lakukan survei kecil-kecilan selama Ramadan atau lebaran. Kebanyakan orang di Makassar pasti menyimpan setidaknya satu botol sirup ini di rumah. Kemasannya khas, dari botol kaca dengan desain label yang tidak pernah berubah sejak puluhan tahun.
Sirup DHT ibaratnya jodoh kuliner Makassar. Itu karena sejumlah menu penganan atau jajanan lokal tidak sempurna jika tidak ditambahkan pemanis ini. Sebut saja pisang ijo, pallu butung, es poteng, atau es buah. Rasanya akan hambar jika digantikan dengan sirup lain.
Selain jadi campuran kuliner, sirup DHT juga tetap nikmat disajikan langsung sebagai minuman. Tinggal dituang ke dalam gelas dan ditambahkan air dingin. Paling pas di siang yang terik, saat berbuka puasa, atau disajikan kepada tamu saat lebaran.
Sirup DHT berwujud kental dengan aroma khas pisang ambon. Sirup ini dibentuk dengan komposisi 65 persen gula, ditambah bahan campuran lain seperti air, penambah aroma dan pewarna.
Lalu, apa maksud DHT? Konon, itu singkatan “Dari Hasil Tangan”, sesuai dengan proses pembuatannya di pengolahan rumah tangga.
Sirup DHT diproduksi CV DHT dari pabrik di kawasan Sungguminasa, kabupaten Gowa. Bersama sirup markisa, DHT menjadi produksi lokal yang jadi oleh-oleh favorit. Sebab hingga kini belum diproduksi di tempat lain. Itu juga alasannya mengapa sirup ini hanya dikenal luas di Sulsel, dan jarang ditemui di luar.
Sirup DHT diproduksi dalam kemasan kaca berukuran 625 gram yang dihargai Rp 18 Ribu. Kemasan kaca disengaja untuk mempertahankan rasa dan aroma sirup. Untuk keperluan oleh-oleh, sirup ini juga tersedia di kemasan jerigen plastik berukuran 2 dan 5 liter.