Mengangkat tema tentang karst dan terumbu karang
Merdeka.com, Makassar - Mahasiswa pecinta alam (Mapala) tingkat perguruan tinggi dari seluruh Indonesia bakal berkumpul dalam Temu Wicara Kenal Medan atau TWKM ke-28 yang digelar di Makassar, Sulawesi Selatan, 17-23 Oktober 2016.
Kegiatan tersebut merupakan agenda rutin setahun sekali sebagai ajang silaturahmi dan berbagi pengalaman para peserta, juga membahas isu-isu lingkunga. Tahun ini TWKM mengangkat tema Penyelamatan Karst dan Terumbu Karang di Indonesia.
Ketua panitia TWKM ke-28, Wiwing Andi Suleman mengatakan, dari kegiatan ini diharapkan lahir gagasan baru dari kerangka pikir pecinta alam yang lebih kreatif. Hal tersebut perlu, guna memberi sumbangsih pemikiran dan memetakan solusi atas permasalah lingkungan hidup di daerah masing-masing.
“Utamanya membangun moral bangsa sesuai yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo melalui Revolusi Mental, sepantasnya pecinta Alam mendukung secara proaktif,” ujar Wiwing melalui siaran persnya yang dikutip Selasa (7/9).
Tema karst dan terumbu karang yang dipilih sesuai dengan perkembangan isu lingkungan teranyar. Tak jauh dari Makassar, yakni di kabupaten Maros dan Pangkep terdapat kawasan karst terluas di dunia setelah Cina. Di kawasan tersebut juga terletak Leang Putte, gua terdalam dengan rentang 260 meter serta Salukang Kallang, gua terpanjang yang mencapai 27 kilo meter.
Pada kawasan tersebut, saat ini terdapat tekanan yang cukup berat dari aktivitas usaha pertambangan batu gamping. Pemanfaatan untuk semen, marmer, tambang karst dan industri lainnya dapat mengancam ketersediaan air, tanah, potensi bencana banjir, dan sebagainya.
Berbagai kegiatan tersebut berpotensi memicu ledakan monopoli lahan dan ekologi. Pada aktifitas penambangan kapur dilakukan oleh industri semen besar, dan terdapat 24 perusahaan penambangan dan beberapa rencana infestasi penambangan baru pembangunan pabrik semen.
“Semoga saja aktivitas penambangan yang dilakukan tidak mengorbankan keunikan karst dan menciptakan industri yang memenuhi aspek aspek ramah lingkungan, sehingga menjadi industri hijau,” Wiwing melanjutkan.
Bahaya yang sama juga mengintai terumbu karang di sejumlah tempat di tanah air. Beberapa faktor jadi penyebabnya. Di antaranya proyek tol laut, reklamasi pantai, pengeboman dan pembiusan ikan, serta pembuangan limbah secara sembarangan.
Atas dasar tersebut, para pecinta alam se-Nusantara bakal menyumbangkan pemikirannya agar potensi kerusakan lingkungan dapat ditekan. Namun bagaimana pun, berbagai solusi yang nantinya dilahirkan mesti didukung secar bersama-sama. “Dibutuhkan sinergi antara pemerintah, akademisi, pecinta alam dan pengusaha investor untuk menjaga kestabilan.”