Orang yang mengalami biasanya merasa tertekan dan bahkan gagal dalam menjalankan aktivitas keseharian
Merdeka.com, Makassar - Dalam dunia psikologi dikenal istilah Body Dysmorphic Disorder (BDD). Ini merujuk pada sebuah penyakit mental kronis di mana penderita tidak bisa berhenti memikirkan kesempurnaannya. Penderita BDD akan sangat terobsesi terhadap penampilan dan citra tubuh.
Body dysmorphic disorder juga dikenal sebagai dysmorphophobia atau rasa takut memiliki suatu kelainan. Meski, kelainan itu hanya dalam skala kecil dan bahkan hanya dalam imajinasi. Orang yang mengalami biasanya tidak hanya bisa merasa tertekan tetapi bahkan bisa gagal dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Penderita BDD sering melakukan berbagai hal yang berlebihan. Misalnya, mereka bisa berdiri berjam-jam di depan cermin atau memakai riasan wajah sebanyak-banyaknya untuk membuat diri lebih baik. Namun, bukannya merasa lebih baik, para penderita BDD bahkan akan semakin merasa cemas karena terus memperhatikan kekurangan tersebut.
Menurut Dr. Katherine Phillips, dikutip dari doktersehat.com, BDD pada umumnya akan mulai kelihatan sejak seseorang (baik pria maupun wanita) memasuki masa remaja. Bahkan bisa juga sudah ada sejak kecil tetapi belum terdeteksi. Pada masa remaja itulah, seseorang akan semakin memperhatikan perubahan yang terjadi pada dirinya semisal ukuran dan bentuk tubuh.
Ciri-ciri
Tidak selamanya, pemerhati penampilan dapat digolongkan sebagai penderita BDD. Tapi ada beberapa karakteristik yang bisa dikenali dari penderitanya. Berikut di antaranya:
Mengalami depresi.
Bahkan kemungkinan terburuk adalah mereka bisa bunuh diri.
Menghabiskan 1-5 jam setiap harinya hanya untuk mengurus penampilannya.
Hal ini sering dilakukan karena penderita BDD takut dianggap cacat oleh orang lain.
Menghindari keramaian dan penurunan fungsi sosial.
Penderita BDD melakukan hal ini karena takut diperhatikan kekurangannya oleh orang lain. Mereka juga akan mengalami kesulitan dengan teman-teman, keluarga, bahkan pasangannya sendiri. Menurut hasil penelitian penderita BDD mengalami penurunan kinerja hampir dalam semua aspek kehidupan. Ini akibat dari pemikiran takut dianggap cacat oleh orang lain.
Kurang percaya diri.
Bahkan mereka bisa merasa sangat tidak nyaman saat berada di tengah-tengah komunitas karena takut dijauhi, diabaikan, atau tidak diperhatikan sama sekali. Ketakutan ini memicu beragam ‘ritual’ seperti bercermin berkali-kali, menggunakan rias wajah berkali-kali, melakukan konsultasi ke berbagai dokter kecantikan, melakukan operasi plastik atau penyuntikan silikon, dan berbagai ‘ritual’ lainnya.
Cara menanggulangi
Jika kita bertemu atau berhadapan langsung dengan penderita BDD, tidak perlu menjauhi mereka atau menaruh perhatian berlebih. Ada beberapa cara yang masih bisa kita ambil untuk menangani penderita BDD.
Obat-obatan
Obat yang bisa kita pergunakan adalah SSRs atau Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors. Obat ini bisa digunakan untuk menangani depresi yang biasa dialami oleh penderita BDD.
Psikoterapi
Ada dua terapi yang bisa dilakukan terhadap penderita BDD, yaitu Cognitive-Behavioral Therapy dan Cognitive-Rational Therapy. Kedua terapi ini adalah pilihan yang sangat tepat apabila seseorang ingin menanamkan pola pikir positif dan membuat penderita BDD merasa lebih percaya diri dengan dirinya.
Pembimbingan
Seorang penderita BDD bisa dibimbing dan dilatih untuk membangun strategi dan jalan keluar dalam mengatasi pikiran-pikiran negatif yang mengganggu konsentrasi. Hal ini juga meningkatkan pengendalian diri terhadap tindakan kompulsifnya.
Dukungan keluarga
Tindakan terakhir ini bisa jadi merupakan ‘senjata’ paling ampuh dalam menangani kepercayaan diri penderita BDD. Akan lebih baik jika keluarga membantu mereka dalam mengungkapkan perasaan-perasaan stress, depresi, frustasi dan yang lainnya untuk menjaga terjadinya frustasi yang semakin besar lagi.