1. MAKASSAR
  2. SENI BUDAYA

Awali MIWF 2017, Rumata' gelar Taman Sinema di Fort Rotterdam

Tiga film diputar tiga hari berturut-turut

©2017 Merdeka.com Editor : Aan Pranata | Jum'at, 12 Mei 2017 15:01

Merdeka.com, Makassar - Rumata' Artspace mengawali rangkaian Makassar International Writers Festival 2017 dengan menggelar Taman Sinema di bentent Fort Rotterdam Makassar, 14-16 Mei. Selama tiga hari berturut-turut, pengunjung bisa menonton layar tancap secara gratis.

Media Officer MIWF Irmawati Puan Mawar mengatakan, layar tancap merupakan kemasan untuk menyaksikan dan merayakan hak asasi, sastra dan keberagaman budaya lewat film.

Tiga film Indonesia yang akan diputar berturut-turut setiap malam yakni Athirah yang disutradarai Riri Riza, Turah oleh Wicaksono Wisnu Legowo, dan Istirahatlah Kata-kata oleh Yosep Anggi Noen.

Taman Sinema merupakan rangkaian program ‘Ke Taman’ yang digagas oleh Rumata’ Artspace. Sebuah program untuk menciptakan ruang terbuka yang ramah dan luas, bisa dijangkau semua kalangan masyarakat agar bisa menyaksikan dan menikmati tontonan berkualitas secara gratis di halaman Fort Rotterdam.

Perayaan MIWF edisi ketujuh akan berlangsung lebih panjang yakni 9 hari di sejumlah lokasi di Makassar dengan pusat pelaksanaan festival di Fort Rotterdam. Tahun ini, panitia memperkenalkan konsep pop-up park, sebuah proyek kolaborasi yang menawarkan ruang piknik, kuliner, musik, layar tancap, dan perpustakaan terbuka. Taman ini sudah terbuka sejak 13 Mei sampai 20 Mei 2017. "Sehingga membuat perayaan MIWF dan rangkaian kegiatannya menjadi lebih panjang," kata Irma.

Berikut tentang tiga film yang akan diputar di Taman Sinema:

Athirah
Diangkat dari novel karya Alberthen Endah, bercerita tentang sebuah kisah nyata, perempuan Bugis-Makassar yang goyah ketika suaminya mengawini perempuan lain. Kebudayaan, memungkinkan suami beristri lebih dari satu dan perempuan tak punya ruang untuk bisa menolak.

Athirah bergulat melawan perasaannya demi mempertahankan keutuhan keluarganya. Sementara anak lelaki tertuanya, Ucu, yang kelak kita kenal sebagai Jusuf Kalla, tak tahu pada siapa ia harus berpihak. Ucu sangat mengagumi sosok bapaknya, tapi sangat mencintai ibunya yang selalu sabar dan baik hati.

Athirah berhasil membuktikan dirinya berharga. Kondisi, membuat ia tumbuh menjadi perempuan mandiri yang cekatan berbisnis, tanpa perlu menghamba pada belas kasihan suaminya. Tak hanya menyuguhkan konflik batin Athirah, tapi juga menghadirkan pemandangan alam pedesaan di Sengkang yang masih asri, menyuguhkan makanan khas Bugis-Makassar yang membuat kita rindu kampung halaman.

Setelah menikmati Athirah dalam layar tancap, akan dilanjutkan dengan bincang-bincang bersama sutradara dan sejumlah pemainnya.

Turah
Wicaksono Wisnu Legowo menghadirkan kerasnya persaingan hidup orang-orang kalah di Kampung Tirang, sebuah tanah tumbuh di pinggiran Kota Tegal. Mereka dijangkiti pesimisme, diliputi perasaan takut. Terutama Darso, juragan kaya yang telah memberi mereka ‘kehidupan’.

Pakel, sarjana penjilat di lingkaran Darso, dengan pintar membuat warga kampung makin bermental kerdil. Situasi tersebut memudahkannya untuk terus mengeruk keuntungan. Setitik optimisme dan harapan untuk lepas dari kehidupan tanpa daya hadir pada diri Turah dan Jadag. Serangkaian peristiwa hadir, mendorong Turah dan Jadag untuk melawan rasa takut yang sudah akut dan meloloskan diri dari narasi penuh kelicikan.

Ishtirahatlah Kata-kata
Yosep Anggi Noen menghadirkan Wiji Thukul lewat karya Istirahatlah Kata-kata. Wiji Thukul salah satu sosok penyair yang karya-karnyanya menjadi inspirasi bagi pergerakan melawan rezim Soeharto yang membungkam suara rakyat. Lewat puisi, Wiji Thukul tak gentar menyuarakan pikirannya. Film ini merekam periode pelarian Wiji Thukul di Solo hingga Pontianak. Film yang mencoba menyampaikan atmosfer keterasingan dan ketakutan hidup di bawah rezim yang tak ingin melihat rakyatnya, seumpama bunga, bertumbuh.

(AP)
  1. Zona Turis
  2. Film
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA