1. MAKASSAR
  2. SENI BUDAYA

Cerita legenda dewi kesuburan dan kucing penjaga padi di festival F8

Merupakan petikan naskah La Galigo, kitab epik mitos penciptaan peradaban Bugis di Sulawesi Selatan

©2016 Merdeka.com Editor : Aan Pranata | Jum'at, 09 September 2016 14:16

Merdeka.com, Makassar - Teater Titik Dua Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Universitas Negeri Makassar turut memeriahkan Makassar International Eight Festival and Forum di Anjungan Pantai Losari. Kelompok seni kampus itu memukau penonton di panggung area Folk, pada malam pembukaan, Kamis (8/9).

Teater titik dua menampilkan petikan naskah berjudul Meong Palo Karellae / We Datunna Sangianserri. Naskah merupakan petikan dari kitab La Galigo, epik mitos penciptaan peradaban Bugis di Sulawesi Selatan.

Pertunjukan berhasil memukau pengunjung festival dengan dialog, gerakan, tari, serta paduan musik etnik dan modern. Pada akhir pertunjukan, mereka mendapatkan hadiah tepukan panjang dari kawasan panggung.

Naskah Meong Palo Karellae/ We Datunna Sangianserri bercerita tentang Sangianserri, yakni dewi padi dan kesuburan yang diutus turun ke bumi oleh ayahnya Batara Guru di dunia langit. Dia didampingi kucing merah loreng bernama Meong Palo.

Dalam perjalannya, dewi padi menyaksikan bagaimana perlakuan manusia yang sering berbuat kerusakan di bumi, menyia-nyiakan padi dan makanan, serta hal buruk lainnya. Adapun kucing yang ditugaskan menjaga padi dari hama, malah disiksa dan dikejar oleh manusia.

Melihat perlakuan manusia seperti itu, Sangianserri sakit hati dan kembali ke ayahandanya. Di bumi, selepas kepergian Sangianserri, tanah jadi gersang dan tandus. Padi-padi mengikut padanya.

Adapun di dunia langit, Batara Guru tidak menerima kehadiran kembali anaknya, dan meminta dia melanjutkan tugas mensejahterakan umat manusia,” kata sutradara Sila Affandy.

Turunnya kembali Sangianserri ke bumi diikuti dengan pengajuan sejumlah syarat kepada manusia berupa pantangan. Pantangan tersebut diiyakan demi kesuburan kembali tanah mereka.

“Ada banyak pantangan, seperti tidak membuang makanan, tidak bertengkar di meja makan, menyalakan lampu di malam hari,” ujar Sila.

Manusia juga melakukan berbagai ritual-ritual adat sebagai penghargaan dan wujud syukur atas hal yang mereka peroleh. Di antaranya mappalili, mappadendang, dan maggiri. Ritual tersebut hingga kini masih kerap dilakukan masyarakat Bugis, di antaranya mappadendang, saat melakukan panen di sawah.

Pertunjukan teater merupakan salah satu konten seni rakyat yang ditampilkan di panggung Folk, pada Festival F8. Pada kawasan ini, juga terdapat sejumlah hiburan lain, seperti musik tradisional dan aneka permainan rakyat.

(AP)
  1. Teater
SHARE BERITA INI:
KOMENTAR ANDA