Prestasi terbaiknya mengantarkan tim nasional Indonesia ke Olimpiade 1956, dan nyaris ke Piala Dunia dua tahun berselang
Merdeka.com, Makassar - Pemerintah Kota Makassar segera mengabadikan sosok Andi Ramang dalam bentuk patung di Anjungan Pantai Losari. Patung didirikan untuk mengenang kehebatan mendiang yang dikenal sebagai salah seorang legenda sepak bola tanah air.
“Patung Ramang diharapkan bisa menjadi inspirasi untuk mengembalikan semangat dan prestasi sepak bola Makassar, baik di kancah nasional maupun internasional,” kata Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga kota Makassar, Hendra Hakamuddin, pada konferensi pers, Senin (17/10).
Siapa sebenarnya Ramang? Apa saja kehebatannya yang patut dikenang?
Dalam buku Ramang - Macan Bola yang ditulis M Dahlan Abubakar, disebutkan Ramang lahir di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan pada 24 April 1924. Dia mengenal sepak bola sejak kecil dan memulai petualangannya di klub setempat, Bond Barru.
Ramang mulai memperkuat PSM Makassar pada tahun 1947, yang kala itu masih bernama Makassar Voetbal Bond (MVB). Klub ibu kota Sulsel itu tertarik dengan bakatnya saat dia ikut kompetisi PSM, membela klub Persatuan Sepak bola Induk Sulawesi (Persis). Dikisahkan, pada sebuah pertandingan, ia mencetak sebagian besar gol saat timnya menang 9-0.
Ramang kemudian menjelma sebagai striker papan atas, selama membela PSM pada akhir dekade 40-an hingga 60-an. Goal.com menceritakan, pria tersebut memiliki tendangan sangat keras, dianugerahi kaki kanan dan kiri yang sama-sama hidup. Gemar melakukan tendangan salto, kecepatan di atas rata-rata, menjadikan dia sebagai salah satu pesepak bola terbaik di masanya.
Hampir seluruh karier Ramang dihabiskan di PSM. Saking melekatnya dengan klub, dia menjadi inspirasi julukan Pasukan Ramang bagi klub yang bermarkas di Stadion Mattoangin - kini Andi Mattalatta. Prestasi terbaik Ramang di klub adalah membawa PSM dua kali juara Piala Perserikatan.
Bertemu legenda Soviet
Dari segudang kisah Ramang, yang paling fenomenal adalah kiprahnya bersama Tim Nasional Indonesia. Federasi sepak bola dunia, FIFA, bahkan pernah mengangkat kisah kehebatan pemain ini melalui sebuah artikel khusus, pada hari peringatan ke-25 tahun kematiannya, pada 26 September 2012. Kala itu FIFA mengangkat judul, “Orang Indonesia yang Menginspirasi Puncak Sukses di Tahun 50’an”.
Pada artikel tersebut, FIFA menyebut dekade 50’an sebagai era keemasan sepak bola Indonesia. Tim Garuda menjelma menjadi kekuatan yang ditakuti, dijuluki Macan Asia. Pada tahun 1953, Indonesia melakoni tur Asia. Dari enam partai, Indonesia hanya kalah dari Korsel. Sisanya dimenangkan. Timnas mencetak 25 gol, yang 19 di antaranya lahir dari kaki Ramang. Dua gol terkenalnya dicetak dengan tendangan salto.
Puncaknya karir Ramang saat membawa Indonesia ke Olimpiade untuk pertama kali dan satu-satunya hingga kini. Pada babak perempat final di Melbourne 1956, mereka menahan imbang tanpa gol tim Uni Soviet yang kala itu bertabur bintang -yang kemudian tampil sebagai juara. Salah satunya pemain legendaris Lev Yashin, yang dianggap kiper terbaik sepanjang sejarah.
"Bek-bek Uni Soviet yang bertubuh raksasa langsung terbangun saat Ramang, penyerang lubang bertubuh kecil, melewati dua pemain dan memaksa Yashin melakukan beberapa kali penyelamatan. Pada menit ke-84, pemain berusia 32 tahun itu (Ramang) hampir saja membuat Indonesia unggul, yang bakal menjadi puncak kejutan, andai saja tendangannya tidak ditahan oleh pria yang dikenal luas sebagai kiper terhebat dalam sejarah sepakbola," begitu FIFA menuliskan.
Sayang, pada partai ulangan, Soviet menang 4-0. Tim Indonesia yang dilatih Antun Pogacnik gagal melaju ke semi final.
Ramang juga pernah nyaris membawa Indonesia ke Piala Dunia 1958. Dua golnya mengantarkan tim menyingkirkan Tiongkok dengan skor agregat 4-3 di babak kualifikasi. Indonesia melaju ke putaran kedua kualifikasi, tapi mengundurkan diri dengan alasan politik, yakni enggan bertanding melawan Israel. Andai menjadi juara grup, Ramang dan kawan-kawan bakal lolos ke Swedia untuk melakoni debut Piala Dunia dengan nama Indonesia.
"Itu salah satu peristiwa tak terhitung yang membuat suporter Indonesia dan PSM Makassar, klub tempat Ramang menghabiskan sebagian besar kariernya, tergetar oleh seorang laki-laki yang terpaksa bekerja dengan upah rendah dan hidup sangat miskin, hanya untuk menuruti kecintaannya pada olahraga yang digemarinya," tulis FIFA.
Ramang mengakhiri kariernya di 1968. Dia sempat dituduh terlibat skandal suap pada 1962. Setelah pensiun, si Macan Bola menjadi pelatih PSM dan Persipal Palu. Ramang kemudian meninggal pada 26 September 1987 usai lama menderita sakit paru-paru. Dia menghabiskan masa tuanya dalam kemiskinan, tak punya biaya berobat ke rumah sakit.